JAKARTA - Komisi Pemberantasan
Korupsi menetapkan Gubernur Kepulauan Riau dan tiga orang lainnya sebagai
tersangka dalam perkara dugaan suap terkait dengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan
laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau
Tahun 2018/2019 dan Gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.
Menurut Febri
Diansyah selaku Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Siaran
Persnya baru baru ini menyatakan, bahwa penetapan tersangka ini adalah hasil
dari kegiatan tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Rabu, 10 Juli 2019 lalu di
Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
“Dalam tangkap tangan ini, KPK mengamankan uang tunai
SGD6.000 yang diduga sebagai suap terkait dengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan
laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau
Tahun 2018/2019 dan Gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan”, terang Febri.
Selanjutnya Febri berkata, setelah melakukan pemeriksaan
dan kegiatan lain, dilanjutkan dengan gelar perkara, maka maksimal 24 jam
sebagaimana diatur dalam KUHAP, disimpulkan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi
memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait dengan izin prinsip dan
lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019 dan Gratifikasi yang
berhubungan dengan jabatan.
“KPK meningkatkan status penanganan perkara ke
penyidikan dan menetapkan empat orang sebagai tersangka. Sebanyak tiga orang
diduga sebagai penerima adalah NBA (Gubernur Kepulauan Riau 2016-2021), EDS
(Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan), dan BUH (Kepala Bidang Perikanan
Tangkap). Satu orang lainnya diduga sebagai pemberi adalah ABK (swasta)”,ungkap
Febri.
NBA, kata Febri, diduga menerima uang dari ABK baik
secara langsung maupun melalui EDS dalam beberapa kali kesempatan. Pada tanggal
30 Mei 2019 sebesar SGD5.000 dan Rp45 juta. Suap ini diduga untuk
melancarkan izin prinsip yang terbit keesokan harinya yakni izin prinsip
reklamasi untuk ABK untuk luas area sebesar 10,2 hektar. Kemudian, tanggal 10
Juli 2019 memberikan tambahan uang sebesar SGD 6000 kepada NBA melalui BUH,
Kabid Perikanan Tangkap DKP Prov. Kepri.
“Sebagai pihak yang diduga penerima suap dan
gratifikasi, NBA disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal
11, dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP”, kata Febri.
Dikatakan Febri, bahwa sebagai pihak yang diduga
penerima suap, EDS, dan BUH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b
atau Pasal 11, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pihak yang diduga pemberi: ABK disangkakan
melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP.
“Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan empat
tersangka tersebut selama 20 hari ke depan. BUH ditahan di Rutan Polres Metro
Jakarta Timur, NBA dan ABK ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK,
terakhir EDS ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur”, jelas Febri Diansyah.
Lebih jauh diterangkan Febri, bahwa praktik suap
seperti ini sudah berkali-kali terjadi di daerah dan KPK masih menemukan kepala
daerah yang menerima suap untuk penerbitan peraturan daerah, yang akan
menguntungkan pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu.
“KPK juga menyesalkan ketidakpedulian terhadap
pengelolaan sumber daya alam yang bisa menimbulkan kerusakan lingkungan dengan
nilai kerugian yang tidak sebanding dengan investasi yang diterima. KPK
mencermati kasus ini karena salah satu sektor yang menjadi fokus adalah korupsi
di sektor sumber daya alam“, tandas Febri.
Kasus ini juga diakui Febri, menambah deretan jumlah
kepala daerah dan jajaran dibawahnya, yang kasusnya diproses oleh KPK dengan
berbagai modus korupsi. HIngga saat ini KPK sudah menangani 107 kasus terkait
kepala daerah.
“Perizinan juga menjadi salah satu fokus dalam
Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang dicanangkan oleh Presiden Joko
Widodo. Melalui Stranas PK tersebut, saat ini sedang dilakukan pembenahan
melalui upaya integrase pelayanan perizininan melalui Online Single
Submission (OSS). OSS diharapkan menjadi pintu gerbang satu-satunya
dimana pemohon izin memulai mengurus permohonan melalui OSS dan berakhir di OSS”,
tutup Febri Diansyah.***(R/LKBK65).
Gambar : Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi.***(dok.humas kpk).
Editor : Fahrozi
_____________________
“MENGUTIP
SEBAGIAN ATAU SELURUH ISI PORTAL INI HARUS MENDAPAT IZIN TERTULIS
DARI REDAKSI, HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG”