KETAPANG-Kasus dugaan korupsi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang terjadi di Dinas Kesehatan Ketapang, Kalimantan
Barat, yang berakibat ditahannya dr.Heri dan Uray Imran oleh Kejaksaan Negeri di Lapas Klas II B
Ketapang itu sepertinya agak menarik. Karena dalam hal ini nampak benar ketidak
puasan dan perlawanan dari tersangka pada yang dituduhkan dengan telah
dilakukannya upaya Prapradilan walau ditolak dan secara fakta harusnya mereka
punya peluang untuk dimenangkan.Tetapi kayaknya mereka telah menerima putusan
tersebut. Hal itu seperti disampaikan Umar Mansyur, salah satu tokoh masyarakat
Ketapang, kepada Portal LKBK65,Jumat (27/01/2017) pagi dikediamannya.
“Dan kemaren
saya mendengar Kejaksaan pada hari Kamis tanggal.26 Januari 2017, turun lagi
melakukan penggeledahan Kantor Dinas Kesehatan siang sekitar jam 12.15 wib
hingga jam 14.00 wib. Saya nggak habis pikir begitu luar biasanya Kejaksaan
menyikapi kasus JKN ini yang sebenarnya berupa pelaksanaan perintah jabatan
dari Surat Keputusan Bupati, yaitu pembagian jasa insentif kepada 170 Pegawai
Dinas Kesehatan selama setahun yang disalahkan karena bertentangan dengan
peraturan yang diatasnya,seperti fakta sidang Prapradilan yang sempat saya
baca”,ungkap Umar Mansyur.
Menurut Umar
Mansyur,kalau dilihat dari awal memang kasus JKN ini dimunculkan seperti kasus
korupsi besar dan luar biasa, serta berita penyimpangan dan korupsinya dengan
kerugian negara yang dimunculkan cukup bombastis Rp.500 juta. Padahal jelas
dari info data Prapradilan tersebut bahwa hasil audit Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) menyatakan tak ada kerugian negara seperti itu.
“Saya heran
Kejaksaan Negeri Ketapang ini kayaknya terlalu berani dan nekat, tidak
taat dan tidak patuh atas instruksi Presiden yang telah disampaikan
kepada seluruh jajaran Polri dan Kejaksaan pada tanggal.19 Juli 2016 di Istana
Negara beberapa waktu lalu. Bahwa jelas dalam instruksi tersebut, kasus JKN
yang dituduhkan itu adalah kasus Surat Keputusan (SK) yang merupakan kebijakan
dan tindakan administrasi pemerintahan yang tidak boleh dipidanakan”, kata Umar
Mansyur seraya mengutip 8 (delapan) buah instruksi/perintah Presiden Jokowi
pada pertemuan yang dimaksudkan itu,yang pertama, bahwa kebijakan dan diskresi
tidak boleh dipidanakan, kedua,tindakan administrasi harus dibedakan dengan
yang memang berniat korupsi. Aturan BPK jelas, mana pengembalian dan yang
bukan.
“Selanjutnya
yang ketiga adalah kalau ada temuan BPK, masih diberi peluang perbaikan 60
hari. Sebelum waktu itu habis, penegak hukum tidak boleh masuk dulu. Keempat,
kerugian negara harus konkret, tidak mengada-ada. Kelima,kasus dugaan korupsi
tidak boleh diekspos di media secara berlebihan sebelum tahap penuntutan. Keenam,
Pemda tidak boleh ragu mengambil terobosan untuk membangun daerah. Ketujuh,
perintah ada pengecualian untuk kasus dugaan korupsi yang berawal dari operasi
tangkap tangan (OTT). Dan kedelapan, bahwa setelah perintah itu, jika masih ada
kriminalisasi kebijakan, Kapolda, Kapolres dan Kajati, Kajari akan
dicopot”,pungkas Umar Mansyur.***(Halim
Anwar/LKBK65).
Gambar: (1).dr.Heri dan Uray Imran,sejak tanggal 21 Desember 2016 lalu hingga
hari ini sudah 37 hari mendekam di Lapas Klas II B Ketapang,Kalimantan Barat. (2).Umar Mansyur, Tokoh Masyarakat
Ketapang.***(Foto:LKBK65).
_______
“MENGUTIP SEBAGIAN ATAU
SELURUH ISI PORTAL INI HARUS SEIZIN REDAKSI. HAK CIPTA DILINDUNGI
UNDANG-UNDANG”
______
Post a Comment