JAKARTA-Pemilihan Gubernur Maluku &
Wakil Gubernur Maluku tahun 2018 mendatang adalah suatu proses pesta demokrasi
bagi seluruh rakyat Maluku. Pesta demokrasi bukanlah menandakan kita harus
berjalan konvoi beramai-ramai dengan mengibarkan bendera kuning lambang
berduka. Tetapi, pesta demokrasi harus dapat membuat rakyat menjadi senang gembira.
Karena,
rakyat dapat menggunakan hak pilihnya. Pesta demokrasi juga bukanlah
suatu wadah untuk saling mengancam apalagi mengadu domba sesama umat manusia
sehingga berpotensi menciptakan keadaan yang tidak kondusif. Karena, pesta
demokrasi adalah suatu wadah yang memfasilitasi rakyat untuk memilih calon
pemimpin berdasarkan hati nuraninya. Dan, bukan memilih di bawah tekanan
ataupun ancaman penguasa yang haus akan kekuasaan sesaat yang sesat.
Hal itu
disampaikan Arnold Thenu Ketua Forum
Masyarakat Maluku (FORMAMA) melalui Siaran Persnya kepada Portal LKBK65,Senin
(03/07/2017) pagi.
“Sejarah
telah mencatat, rezim orde baru yang diktator, otoriter dan fasis telah
ditumbangkan oleh kekuatan mahasiswa yang saat itu hanya di lihat oleh penguasa
dengan sebelah mata. Dan, benar jika mahasiswa dianggap kecil saat itu. Tetapi,
pada akhirnya sejarah juga mencatat bahwa; "orang kecil yang berpikiran
besar dapat mengalahkan orang besar yang berpikiran kecil",ungkap Arnold.
Ironisnya,lanjut
Arnold Thenu, di Maluku saat ini justru terkesan ada indikasi munculnya kembali
kekuasaan ala orde baru yang anti demokrasi. Dan. menghalalkan berbagai cara
untuk mempertahankan kekuasaan sesaat yang sesat tersebut. Hal ini, dapat
dilihat dari kepemimpinan kepala daerah yang kerap kali melontarkan ancaman
penangkapan bagi para aktifis yang melakukan kritik pedas bagi sang penguasa.
Dan, ini membuktikan bahwa sang penguasa tidak membuka ruang dialog kepada
siapa saja yang menolak kebijakan apalagi melawannya. Jadi, membungkam para
aktifis dengan ancaman penjara adalah salah satu dari sekian banyak karakter
buruk yang di produksi oleh orde baru.
“Indikasi
lainnya, dapat kita lihat dalam persiapan menjelang penjaringan bakal calon
Gubernur & Wakil Gubernur Maluku mendatang. Dimana, bendera kecil maupun
bendera besar di Maluku membuka ruang bagi para kader & non kadernya untuk
mendaftarkan diri sebagai bakal calon. Dan, itu mencerminkan nilai demokrasi.
Tetapi, sayangnya kader dan non kader bendera kuning harus berduka. Karena,
sang penguasa daerah ingin tetap berkuasa. Maka, tidak heran jika para kader
mereka sendiri tidak diberi kesempatan bersaing secara sehat untuk mendaftarkan
diri sebagai bakal calon di bawah naungan bendera kuning. Apalagi yang bukan
kadernya. Dan, ini mengingatkan kita seperti zaman orde baru yang hanya
menginginkan calon tunggal untuk mengamankan para kroni-kroninya”,ujar Ketua
Formama, Arnold Thenu.
Lebih tragis
lagi kata Arnold, jika bendera kuning berhasil menggandeng bendera merah
sebagai wakilnya dalam pemilihan calon Gubernur & Wakil Gubernur Maluku
2018 mendatang. Itu artinya, roh orde baru yang kerap kali menganut aliran
politik adu domba akan hidup kembali.
“Karena,
ketika bendera merah yang terkenal gagah berani berada di bawah ketiak bendera
berduka. Maka, sudah di pastikan bahwa demokrasi hanyalah menjadi sebuah slogan
kemunafikan di Maluku. Dan, jika itu terjadi maka para aktifis pro demokrasi
Maluku dihadapkan kepada dua pilihan; "duduk diam kembali ke zaman orde baru
atau bangkit melawan."pungkas Arnold Thenu.***(Halim Anwar/LKBK65).
Gambar: Arnold Thenu,
Ketua Forum Masyarakat Maluku (FORMAMA)***(Ist).
_______
“MENGUTIP SEBAGIAN ATAU
SELURUH ISI PORTAL INI HARUS SEIZIN REDAKSI. HAK CIPTA DILINDUNGI
UNDANG-UNDANG”
______
Post a Comment